Pendidikan


Karena Provokasi Tidak Bertanggung Jawab,
Santri Tuntut Mudir Mundur


Drs. H. Lukman Ahmad, Ketua PDM Kota Lubuklinggau

Lubuklinggau - Sejak tahun 1989, Bupati Musi Rawas Sumsel telah memberikan lahan seluas +50 hektar di Desa Taba Rejo Kecamatan Muara Beliti kepada Muhammadiyah untuk dikelola sebagai tempat pendidikan dan Pondok Pesantren. Melaksanakan amanat pendidikan tersebut Muhammadiyah melalui Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Musi Rawas pada waktu itu dengan dibantu Pemerintah dan masyarakat telah mendirikan institusi pendidikan dan Pondok Pesantren yang diberi nama Islamic Centre Muhammadiyah (ICM).  Seiring dengan perubahan waktu dan adanya pemekaran wilayah, ICM termasuk dalam wilayah Kota Lubuklinggau yang merupakan pemekaran dari kabupaten Musi Rawas, selanjutnya pengurusan ICM menjadi tanggung jawab Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Lubuklinggau. Demikian dikatakan Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Lubuklinggau, Lukman Ahmad dalam rapat kerja dan silaturahmi antara PDM, Pengurus Pondok Pesantren ICM serta para santri, Minggu, 08/01/2011 di Gedung SMP ICM Kelurahan Rahmah, Kecamatan Lubuklinggau Selatan I, Kota Lubuklinggau.
Menurut Lukman, mandat dari pemerintah kepada Muhammadiyah yang telah berdiri sejak tahun 1912 tetap berlaku sampai sekarang, dan tidak ada penyerahan kembali dari Muhammadiyah kepada Pemerintah. Demikian juga tidak pernah memberikan kepada Yayasan Al Kahfi Cendekia Foundation, hal ini supaya diketahui kita semua.  “Memang ada Muhammadiyah MOU dengan Yayasan Al Kahfi Cendekia Foundation untuk mengelola ICM serta menyediakan tempat untuk Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Al Kahfi. Namun itu bukan berarti Al Kahfi dapat berbuat dan bertindak sendiri tanpa sepengetahuan PDM Kota Lubuklinggau. Tercantum dalam salah satu pasal pada MOU tersebut bahwa pihak kedua (Yayasan Al Kahfi Cendekia Foundation) menyanggupi untuk kontribusi/sumbangan kepada pihak pertama (PDM Kota Lubuklinggau) persemester sesuai kemampuan”, katanya.
Diketahui bahwa adanya raker tersebut dikarenakan sehari sebelumnya dan pagi hari telah terjadi demo atau tuntutan dari santri kepada Mudir (Direktur) ICM, A Sanusi untuk mengundurkan diri sebagai Mudir dan segera keluar dari ICM. Keluhan santri karena mereka tidak makan.  Menanggapi hal ini, Sanusi mengatakan bahwa yang berhak memberhentikan adalah PDM Kota Lubuklinggau, bukan santri. Kemudian masalah makan santri bukan tanggung jawab Mudir, karena Mudir mengurus masalah Pondok bukan makan.  “Yang memberi makan santri bukan tanggung jawab saya, kalau pun ada itu merupakan rasa kebersamaan kita. Semua santri makan ditanggung oleh Panti Asuhan, karena memang santri ICM merupakan santri yang miskin, jadi sekolah dan pondok disini gratis”, katanya.
Ketika ditanyakan apakah ada yang memprovokasi santri sehingga mereka berani, Sanusi menjawab, “Saya tidak tahu tetapi kalau santri tidak dibeking tidak mungkin berani, dan saya dapat laporan bahwa yang memprovokasi santri adalah Elmisasi Istri Hasrin Rahim dan mertuanya”, paparnya.
Menanggapi demo santri yang menuntut makan kepada Mudir, Ketua Yayasan Al Kahfi Cendekia Foundation, Hasrin Rahim mengatakan kepada wartawan melalui hp bahwa ia tidak mengetahui adanya demo tersebut.  “Saya lagi berada di Kabupaten Musi Banyu Asin (Muba) dan akan pulang tiga atau empat hari lagi, sebaiknya kalianlah yang urus santri itu, karena kalian memang pengurusnya”, ungkapnya. (Faisol Fanani)



  Enam SD Swakelola DAK Pendidikan 2008 Diduga Fiktip dan Mark Up
DALAM rangka membiayai program khusus yang merupakan prioritas nasional maka pemerintah mengalokasi dana khusus yang disebut Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang diperuntukkan kepada daerah. DAK pada bidang pendidikan yang selanjutnya disebut DAK Pendidikan merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas Nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana satuan pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang belum mencapai standar tertentu atau percepatan pembangunan daerah di bidang pendidikan dasar. Namun dalam pelaksanaan DAK pendidikan di Kota Lubuklinggau Sumsel tahun 2008 tidak semulus apa yang menjadi acuan atau konsep DAK pendidikan itu sendiri, yaitu efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil dan tidak diskriminatif serta sesuai kemanfaatan.
Dari temuan wartawan Suara Desa berdasarkan sumber yang dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan, diketahui bahwa pada tahun 2008 Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui APBD TA 2008 yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan 2008, telah menganggarkan dana melalui  kuasa pengguna anggaran Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau untuk Kegiatan Rehabilitasi sedang/berat bangunan sekolah sebesar + Rp 11.475.800.972,00. (Sebelas milyar empat ratus tujuh puluh lima juta delapan ratus ribu Sembilan ratus tujuh puluh dua rupiah) dan telah direalisasikan sebesar + Rp 10.191.184.072,00. atau + 88,81%.
Kegiatan Rehabilitasi Sedang/Berat Bangunan Sekolah dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan 2008 dan ditetapkan dengan SK Walikota Nomor 18/KPTS/DIKNAS/2008 tanggal 18 Februari 2008 tentang penetapan  45 (empat puluh lima) Lokasi Sekolah Dasar di Lubuklinggau. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan fisik berupa rehabilitasi bangunan sekolah dan kegiatan non fisik berupa pengadaan sarana pendidikan dan sarana perpustakaan.
Diantara 45 sekolah yang ditetapkan berdasarkan SK Walikota Lubuklinggau tersebut diduga terdapat 6 sekolah Dasar (SD) yang dalam kegiatan bersangkutan diduga dalam pelaksanaannya ada yang piktif dan mark up dengan nilai total sebesar +  Rp 15.595.318,00. (lima belas juta lima ratus sembilan puluh lima ribu tiga ratus delapan belas rupiah). Dari 6 SD tersebut adalah SD N 1, SD N 2, SD N 4, SD N 8 dan SD N 60 serta SD N 62.
Namun sangat disayangkan ketika dikonfirmasi Kepala Sekolah Dasar Negeri 60 tidak berada ditempat, wakilnya mengatakan, “Ibu Kepala Sekolah lagi keluar, mengenai laporan temuan tersebut akan kami sampaikan, karena tahunnya sudah lama yakni 2008 sudah berganti Kepala Sekolah, tapi akan kami koordinasikan dengan kepsek yang lama melalui kepsek yang sekarang,” ujarnya, akhir Februari 2011 lalu.
Demikian juga Kepala Sekolah Dasar Negeri 62, menyampaikan bahwa temuan dugaan mark up tersebut akan kami sampaikan kepada Kepsek yang lama.
Menurut keterangan Kepala Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau, Edison Jaya melalui Sekretarisnya Agus Sugianto di kantornya, Senin 04/03/2011 lalu mengatakan, bahwa permasalahan itu sudah lama, dan telah beberapa kali pergantian Kepala Dinas, pada masa itu Kepala Dinasnya adalah Jufri Effendi, masalah itu sudah diselesaikan dan telah diganti rugi oleh yang bersangkutan (sambil menunjukkan surat laporan inspektorat).  “Berdasarkan angka kerugian yang kamu laporkan sangat cocok sekali dengan audit BPK, dan hal ini telah diselesaikan dengan cara pengembalian kerugian Negara melalui Bank Sumsel pada tahun 2009 lalu,” paparnya.
Namun ketika diminta salinan copy surat laporan dan slip setoran Bank Sumsel atas penggantian uang Negara tersebut, Agus Sugianto menolak, berdasarkan perintah Kepala Dinas yang merupakan atasannya, ini adalah rahasia Negara.  “Kepala Dinas juga merupakan orang hukum dia mengerti, kami tidak bisa memberikan copyan ini karena termasuk rahasia Negara namun kalau untuk membaca dan meneliti silahkan,” katanya. (01/06)  


-->
Bantuan Penambahan Gizi Siswa SD hanya mencapai 80% dari siswa yang ada

Musi Rawas - Kabupaten Musi Rawas merupakan satu-satunya kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yang menerima bantuan penambahan gizi untuk siswa Sekolah Dasar (SD), namun sangat disayangkan apabila dalam teknis pengerjaannya diduga masih belum mengacu kepada petunjuk teknis yang ada.  Hal ini terjadi pada salah satu SD di Kecamatan Tugumulyo, laporan dari seorang guru yang namanya ada pada redaksi mengatakan kepada wartawan Suara Desa bahwa Kepala Sekolah (kepsek) mengolah sendiri dana bantuan gizi dan tidak transparan kepada guru-guru di sekolah tersebut.  “Diketahui bahwa dana bantuan gizi perhari untuk setiap anak adalah Rp 2.250,- namun kenyataan yang diberikan kepada anak hanya berupa donat atau kadang sebutir telur rebus, yang bisa ditaksir dengan harga Rp 1.000,- terjadi pemotongan dana lebih dari 50%,” ungkapnya, Rabu 29/12/2010 lalu di Kecamatan Tugumulyo.
Menanggapi informasi ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Musi Rawas, Edi Iswanto melalui Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Imam Hanafi mengatakan bahwa dalam pengelolaan dana bantuan gizi sekolah yang berasal dari Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional mesti melibatkan Komite sekolah, PKK di desa dan Dinas Kesehatan.  “Salah besar bila Kepala Sekolah mengolah sendiri dana bantuan tersebut, sekolah mesti mengajak Komite dalam pengelolaan dana tersebut, PKK bisa membantu untuk produksinya karena jangan sampai pembuatan makanan untuk penambah gizi dibuat diluar desa atau wilayah bersangkutan, sehingga Dinas Kesehatan dengan mudah menentukan atau menakar nilai gizi dalam kandungan makanan tersebut,” kata Imam Hanafi, Selasa 04/01/2011 lalu dikantornya, Komplek Perkantoran Pemkab Mura, Agropolitan Centre, Muara Beliti.
“Bantuan penambahan gizi anak SD diberikan kepada semua SD di Musi Rawas dan setiap anak diberikan sebanyak 54 kali dengan rentang waktu sebanyak 3 kali dalam seminggu, namun karena bantuan baru masuk ke rekening sekolah pada akhir Nopember 2010, dan untuk mempercepat pelaksanaannya maka dilakukan setiap hari, walaupun sampai akhir Desember 2010 tidak cukup 54 kali maka akan ditambahkan pada bulan Januari 2011 ini,” paparnya.
“Perlu diketahui bahwa setiap sekolah dibantu sebesar 80% dari siswa yang ada, jadi atas kebijakan pihak sekolah dana bantuan gizi tersebut tetap diberikan kepada seluruh siswa, hal ini tentu berakibat kurangnya anggaran persiswa yang seharusnya Rp 2.250,- per anak selama 54 kali,” katanya. (Faisol Fanani)


Pemerataan Guru di Musi Rawas Tidak Tepat Sasaran,
Meresahkan Para Guru, Benarkah ?
Musi Rawas - Kebijakan pemerataan tenaga pengajar tidak tepat sasaran, sehingga menimbulkan keresahan di kalangan guru di Kabupaten Musi Rawas, Sumsel.  Pemerataan guru membawa banyak persoalan, di SMA Negeri Sumber Harta ada dua guru mata pelajaran tertentu sudah cukup namun ditambah dua guru mata pelajaran yang sama, sehingga jam mengajar guru yang bersangkutan kurang dari 24 jam. Mutasi seperti ini terjadi juga pada SMA Negeri Purwodadi, guru mata pelajaran dibutuhkan dua tetapi malah ditambah dua guru lagi, hal ini menjadi keluhan para guru, karena mereka tidak dapat mengajar 24 jam seminggu sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2009, untuk syarat sertifikasi guru, demikian ungkap Wakil Ketua II DPRD Musi Rawas Sumsel, Suhari kepada wartawan diruang kerjanya, Rabu 20/10 lalu.
“Sekarang banyak guru yang resah karena ditempatkan pada sebuah sekolah yang guru mata pelajaran tersebut sudah penuh, sementara ada yang sudah sertifikasi, akhirnya sertifikasi tak tercapai dapat terkena sanksi. Mutasi guru bukan pemerataan guru tetapi meresahkan, pindah ke tempat yang baru tidak sampai 24 jam mengajar.  Banyak guru mengajar hanya 10 jam, 12 jam, ini hendaklah menjadi perhatian bersama baik usulan dari kepala sekolah, pengawas sekolah dan kebijakan Dinas Pendidikan untuk mengaturnya,” papar Suhari.
“Kami selaku Koordinator Komisi IV DPRD Musi Rawas yang menangani masalah Pendidikan sudah melaksanakan inspeksi mendadak (Sidak) ke beberapa sekolah dengan didampingi oleh Sekretaris Dinas Pendidikan, Mawardi awal Oktober lalu. Adapun sekolah yang dikunjungi antara lain SMA Negeri Tugumulyo, SMA Negeri Purwodadi, SMA Negeri Megang Sakti, SMA Negeri Sumber Harta, SMA Negeri Muara Kelingi dan SMA Negeri Jayaloka serta SMP Negeri Tugumulyo. Harapan kami kebijakan pemerataan guru jangan sampai 3 bulan baru di evaluasi, bila terlalu lama akan mengganggu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), mempengaruhi ulangan mid semester siswa.  Evaluasi secepatnya dilakukan, guru yang kekurangan jam mengajar harus segera dicarikan solusi, guru-guru yang sudah mendapatkan jam yang cukup jangan dipindah ketempat yang lain, kalau dapat mengurangi jam mengajar pada sekolah yang dituju, sesuai amanah PP 74 2009. Hasil sidak tersebut dalam waktu dekat akan dibahas pada komisi IV dan akan direkomendasikan ke Bupati Musi Rawas,” tambahnya
Masih dikatakan politikus asal PKS ini, solusi dari guru-guru yang bermasalah mengenai kurangnya jam mengajar agar segera mencari sekolah yang dituju dan jamnya cukup kemudian minta rekomendasi sekolah asal untuk melepas dia. Dari informasi yang berkembang bahwa ada indikasi Kepala SMA Negeri Muara Kelingi dan Kepala SMA Negeri Jayaloka sudah masuk pensiun tapi sampai sekarang belum diganti. “Kami DPRD Musi Rawas meminta kepada Dinas Pendidikan untuk segera mengganti Kepala Sekolah tersebut, sesuai ketentuan yang berlaku. Karena kalau sudah pensiun tanggungjawabnya berkurang, kemudian banyak udzurnya, sehingga mengganggu proses KBM, berimbas kepada siswa-siswanya yang terbengkalai,” papar Suhari.
Menanggapi masalah ini, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Musi Rawas, Mawardi membantah mengenai Kepala Sekolah yang sudah pensiun tapi masih bertugas.  Mawardi menjelaskan melalui ponselnya kepada wartawan, Kamis 21/10 lalu bahwa dua Kepala Sekolah tersebut hampir habis masa pensiunnya. (Faisol Fanani)



Mutasi Guru Di SMP Tugumulyo Hambat KBM Siswa

Musi Rawas - Mutasi beberapa guru di SMP Negeri 1 Tugumulyo ke sekolah lain membuat berantakan proses KBM siswa.  Menurut Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas Sumsel, Hj Aflin Suweda, kepada Wartawan Rabu 29/09 lalu, pihak sekolah tidak mengetahui akan ada mutasi seperti ini, karena diluar yang diusulkan.  “Seharusnya yang dimutasi adalah guru mata pelajaran yang lebih, seperti guru IPS dan Bahasa Indonesia, kenyataannya bukan itu saja, guru andalan yang sudah cukup juga di mutasi.  Akibatnya banyak mata pelajaran yang penting, guru tidak ada, hal ini mengganggu proses KBM siswa,” ungkap Aflin.
Menurut keterangan Wakil Kepala Sekolah, Ponidi, guru yang dimutasikan adalah guru andalan dan sudah cukup, akibat mutasi tersebut dua guru Fisika menjadi tidak ada, guru Kesenian tidak ada, Pembina Osis juga tidak ada. Demikian juga tiga guru Matematika dan guru TIK turut dimutasi.
Pada hari itu hadir juga pengurus PGRI Kecamatan Tugumulyo, Daniman yang mengatakan bahwa pemindahan guru seperti ini sangat tidak efektif. Kami perlu mempertanyakan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan  Badan Kepegawaian Daerah Musi Rawas.  Hal ini tidak sesuai dengan konteks dan amanah Bupati Musi Rawas untuk pemerataan guru dan memajukan pendidikan.
            Dari pantauan wartawan hari itu disekolah tersebut memang banyak siswa yang tidak belajar karena guru tidak ada dan sudah dimutasi.  Dari konfirmasi kepada salah seorang siswi kelas 9 satu, Ocfien Yusmira menjelaskan bahwa kekosongan guru sudah berlangsung seminggu ini,  kami dari siswa mengharapkan agar secepatnya mencari guru pengganti, karena kami banyak kosong guru yang mengajar.  Ketika ditanyakan pelajaran apa saja yang gurunya tidak ada, Ocfien menjawab, “Fisika dan Biologi masing-masing dua jam di ajar oleh satu orang guru, sampai sekarang tidak pernah belajar.  Guru Matematika enam jam tidak ada kemudian guru ekonomi dua jam juga tidak ada.  Kami ingin guru yang membidangi mata pelajaran tersebut dicarikan gantinya, supaya kami dapat belajar kembali.”(Faisol Fanani)