Khusus


-->
Pengaturan Pengelolaan Sumber Air
untuk Pertanian dan Berkelanjutan




SUMBER DAYA AIR dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dapat memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, maka dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar daerah, antar sektor, dan antar generasi. Untuk dapat menerapkan semua itu diperlukan usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air dalam satu kesatuan yang disebut Irigasi. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.
Penyediaan air irigasi adalah penentuan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah, dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.

PEMBAGIAN WEWENANG DAERAH IRIGASI DI INDONESIA
Untuk dapat melaksanakan pengelolaan Irigasi dengan baik sebagaimana dikemukakan diatas maka pemerintah/pemerintah daerah secara berjenjang telah melakukan pembagian lingkup wewenang atau tanggung jawab berdasarkan beberapa kriteria daerah irigasi, baik saluran irigasi primer maupun sekunder hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi, Pasal 16, 17 dan 18.
1.    Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Dalam PP ini dijelaskan bahwa untuk melaksanakan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada Daerah Irigasi yang luasnya lebih dari 3.000 ha atau pada Daerah Irigasi lintas provinsi, Daerah Irigasi lintas negara, dan Daerah Irigasi strategis nasional menjadi wewenang Pemerintah Pusat. Dengan rincian total Daerah Irigasi (DI) Lintas Propinsi dengan luas 148.977 (ha), Daerah Irigasi (DI) Lintas Kabupaten/Kota dengan luas 1.049.914 (ha) dan Daerah Irigasi (DI) Utuh Kabupaten/ Kota dengan luas 1.652.115,18 (ha) sedangkan jumlah Daerah Irigasi (DI) 235.
Untuk Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang berada di wilayah Kabupaten Musi Rawas adalah Daerah Irigasi Kelingi Tugumulyo, merupakan Daerah Irigasi lintas kabupaten/kota yakni Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas dengan luas 10.163 (ha) ; dan Daerah Irigasi Air Gegas dengan luas 3.845 (ha) ; serta Daerah Irigasi Air Lakitan dengan luas 13,950 (ha).

2.    Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi.
Pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder pada Daerah Irigasi yang luasnya 1.000 ha sampai dengan 3.000 ha atau pada Daerah Irigasi yang bersifat lintas kabupaten/kota dalam suatu provinsi menjadi wewenang masing-masing Pemerintah Provinsi yang bersangkutan. Dengan rincian total Daerah Irigasi (DI) Lintas Kabupaten/Kota dengan luas 157.265,09 (ha) dan Utuh Kabupaten/Kota dengan luas 1.265.957,53 (ha) sedangkan jumlah Daerah Irigasi 1.115.
Untuk Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang berada di wilayah Kabupaten Musi Rawas adalah Daerah Irigasi Air Satan dengan luas 1.732 (ha) dan Daerah Irigasi Air Deras I dengan luas 1.461 (ha).

3.    Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder di kabupaten/kota yang luasnya kurang dari 1.000 ha menjadi wewenang masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Dengan rincian  Daerah Irigasi (DI) Utuh Kabupaten/Kota dengan luas 3.195.568 (Ha) jumlah Daerah Irigasi 31.860.
Untuk Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Musi Rawas berjumlah 33 Daerah Irigasi diantaranya adalah sebagai berikut :
1.     Daerah Irigasi Air Deras II - 926 (ha)
2.     Daerah Irigasi Air Megang Tikip - 912 (ha)
3.     Daerah Irigasi Air Dulu - 821 (ha)
4.     Daerah Irigasi Air Tupak - 778.00 (ha)
5.     Daerah Irigasi Air Ketuan Kecil/Bumi Agung – 593 (ha)
6.     Daerah Irigasi Air Merung – 579 (ha)
7.     Daerah Irigasi Pelita Jaya – 400 (ha)
8.     Daerah Irigasi Air Kelingin SP II – 400 (ha)
9.     Daerah Irigasi Jajaran Baru – 360 (ha)
10.   Daerah Irigasi Sri Kemuning – 360 (ha)
11.   Daerah Irigasi Srijaya Makmur – 360 (ha)
12.   Daerah Irigasi Air Nangka – 360 (ha)
13.   Daerah Irigasi Sukamana – 314 (ha)
14.   Daerah Irigasi Air Cecar SP III – 300 (ha)
15.   Daerah Irigasi Suka Karya – 250 (ha)
16.   Daerah Irigasi Sawah Pangeran – 250 (ha)
17.   Daerah Irigasi Sukaraya – 246 (ha)
18.   Daerah Irigasi Sukarame – 200 (ha)
19.   Daerah Irigasi Air Putat – 200 (ha)
20.   Daerah Irigasi Dangku – 200 (ha)
21.   Daerah Irigasi Tebet Sech/S. Baung – 200 (ha)
22.   Daerah Irigasi Air Kambil – 200 (ha)
23.   Daerah Irigasi Pelita Jaya I – 200 (ha)
24.   Daerah Irigasi Setia Marga – 200 (ha)
25.   Daerah Irigasi Maur – 200 (ha)
26.   Daerah Irigasi Kosgoro – 160 (ha)
27.   Daerah Irigasi Paduraksa – 150 (ha)
28.   Daerah Irigasi Krani Jaya Nibung – 150 (ha)
29.   Daerah Irigasi Air Nitap – 130 (ha)
30.   Daerah Irigasi Sido Mulyo – 100 (ha)
31.   Daerah Irigasi Marga Baru – 100 (ha)
32.   Daerah Irigasi Noman – 100 (ha)
33.   Daerah Irigasi Air Jangkat – 174 (ha)
(Sumber rincian dari Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007).

Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Musi Rawas Sumsel, Nito Maphilindo melalui Sekretarisnya, Juniwanto mengatakan kepada PERS, Rabu 16/03/2011 lalu, dikantornya komplek perkantoran Pemda Muara Beliti bahwa dari 33 Daerah Irigasi yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten Musi Rawas sampai saat ini hanya 18 yang masih berfungsi sedangkan yang 15 tidak berfungsi lagi. “Tidak berfungsinya 15 Daerah Irigasi ini dikarenakan tidak ada airnya atau kering. Namun untuk menghapuskannya bukan kewenangan kita, karena ada konsultan dari pemerintah pusat yang menilai dan menentukan status Daerah Irigasi tersebut,” ujar Juniwanto kepada Suara Desa.
Mengenai adanya informasi Dinas PU Pengairan Provinsi Sumatera Selatan yang akan merehabilitasi Daerah Irigasi yang menjadi wewenang Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, Juniwanto menjawab, “Kami belum tahu itu dan belum menerima surat pemberitahuan tersebut.  Jika Pemerintah Provinsi melakukan rehabilitasi Daerah Irigasi yang merupakan wewenang Pemkab Mura itu tidak jadi masalah. Karena dalam hal ini baik Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten dapat saja saling bekerja sama dalam pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi primer dan sekunder, ketentuannya ada, namun harus ada koordinasi supaya tidak terjadi overlap,” jelasnya.
Data yang didapatkan Suara Desa diketahui bahwa dalam rangka pelaksanaan program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi tahun anggaran 2011, Dinas PU Pengairan Provinsi Sumatera Selatan dengan sumber dana APBD/DPA-SKPD akan melaksanakan infrastruktur bidang pengairan di Kabupaten Musi Rawas. Hal tersebut tertuang pada surat dengan nomor 602.1/076/PU- Air/2011 tanggal 26 Januari 2011, kepada Bupati Musi Rawas dari Dinas PU Pengairan Provinsi Sumatera Selatan, dengan tembusan Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Musi Rawas, Camat dan Kades setempat.
Rehabilitasi Daerah Irigasi dimaksud yang menjadi wewenang Kabupaten Musi Rawas adalah Daerah Irigasi Megang Tikip dengan kontraktor PT Ferlania, Daerah Irigasi Air Tupak dengan kontraktor PT Cipta Abadi Sentosa dan Daerah Irigasi Air Dulu dengan kontraktor oleh PT Media Perdana.
Mengenai adanya rehabilitasi Daerah Irigasi dari Dinas PU Pengairan Provinsi Sumatera Selatan terhadap Daerah Irigasi yang merupakan wewenang Pemerintah Kabupaten Musi Rawas juga dijawab oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII melalui Pelaksana Teknis, Khoirul dikantornya jalan Yos Sudarso, Watervang Lubuklinggau, Kamis 17/03/2011 lalu, bahwa boleh saja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membantu rehabilitasi Daerah Irigasi dalam wewenang Pemerintah Kabupaten asalkan ada koordinasi, supaya tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dalam pembangunan.
Disampaikan mengenai krisis air irigasi yang terjadi di Desa Satan Indah Jaya, Khoirul menjawab, “Salah satu penyebabnya karena sistem pengaturan air yang kurang berfungsi. Kita semua mengharapkan dalam pengaturan air irigasi dapat dilakukan dengan baik sehingga penggunaan air dapat bermanfaat lebih besar dan dirasakan oleh semua pihak, khusus untuk pertanian rakyat atau lainnya termasuk kolam ikan.
Hak guna air untuk irigasi berupa hak guna pakai air untuk irigasi dan hak guna usaha air untuk irigasi. Hak guna pakai air untuk irigasi diberikan untuk pertanian rakyat sedangkan hak guna usaha air untuk irigasi diberikan untuk keperluan pengusahaan di bidang pertanian, kalaupun untuk usaha kolam yang tidak perlu izin bila volume air masuk 1 – 1,5 liter perdetik ini seukuran untuk mengairi sawah satu hektar,” paparnya. 
Selanjutnya Khoirul menjelaskan bahwa bila suatu kolam yang besar memerlukan debit air setengah meter kubik perdetik maka air kolam bersangkutan bila dibandingkan untuk mengairi sawah telah mampu mengairi sekitar 250 hektar.  “Perlu diperhatikan bagi pemilik kolam untuk tinggi permukaan air masuk kekolam dengan tinggi permukaan air yang keluar harus jauh berbeda.  Suatu kasus kolam milik warga inisial AL dimana permukaan air keluar lebih tinggi dari permukaan air yang masuk hanya 2 cm ini tidak sesuai dan akan menghambat arus air yang keluar dari kolam, setidaknya perbedaan tinggi permukaan tersebut mencapai 1,5 meter lebih, seperti kolam yang disebelahnya, sehingga air dapat dengan cepat dikeluarkan dari kolam bersangkutan, maka sebagai syarat yang layak pembangunan kolam telah ada juknisnya dan untuk melakukan pengawasan yang dapat sesuai dengan kesepakatan gambar diperlukan pengawas independen,” jelas Khoirul.
Menurutnya, usulan untuk penertiban penggunaan air dibentuk Satuan Tugas (Satgas) di pintu air serta cctv sangat baik, karena berdasarkan pengalaman selama ini petugas pintu air tidak dapat berbuat banyak atas ulah warga yang berebut penggunaan air dengan membuka dan menutup pintu air.  Satgas yang diusulkan dengan unsur yang melibatkan pihak keamanan termasuk polisi sangat diharapkan agar pembagian air melalui buka dan tutup pintu air dapat tertib. Disamping itu bila ada CCTV juga dapat memantau pelakunya.
Mengenai usulan penempatan satgas tersebut Khoirul mengatakan telah diusulkan kepada Bupati Musi Rawas dan sampai saat ini masih dipelajari dan dipertimbangkan. “Mengenai pembentukan dan penempatan satgas yang menjaga pintu air irigasi telah diusulkan ke Bupati Musi Rawas, saat ini masih dipelajari dan dipertimbangkan. Ada lagi penggunaan S R I penghematan air sampai 80% kalau ini diterapkan dapat mengefektifkan air sehingga bisa menghasilkan 7 ton padi, saat ini Purwodadi merupakan pilot project S R I  ini,” katanya. (01/03)