Kesehatan

 
-->
VCT HIV/AIDS Lakukan Konseling dan Test Darah di RT 7 Kelurahan Sumber Agung

Lubuklinggau – Seseorang yang tertular HIV belum menunjukkan gejala. Orang yang bersangkutan sama seperti orang yang sehat atau tidak ada penyakit namun kalau dibiarkan atau tidak diobati dalam jangka 5 – 8 tahun ada juga hingga 10 tahun dapat menyeberang ke penyakit AIDS.
Masa seseorang yang tertular HIV sebelum melanjut ke AIDS disebut dengan Windows period atau masa jendela. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus golongan RNA yang spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan AIDS. HIV positif adalah orang yang telah terinfeksi virus HIV dan tubuh telah membentuk antibodi (zat anti) terhadap virus tersebut. Sedangkan orang yang menderita disebut odha belum merasakan gejala HIV dan berpotensi sebagai sumber penularan bagi orang lain.
Bagaimana supaya HIV tidak berkembang dalam diri seseorang, maka perlu dilakukan pengobatan sebelum melewati masa jendela.  Maka dengan pengobatan atau terapi terhadap HIV, diharapkan selama hidup orang yang bersangkutan tidak sampai menyeberang ke AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome / Sindroma Defisiensi Imun Akut / SIDA). Pengobatan terhadap HIV hanya mencegah atau memperlambat perkembangannya didalam tubuh. Karena memang belum ada obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS, seperti yang diungkapkan Suratman, tenaga Penjangkau VCT Dayang Torek RS Siti ‘Aisyah pada acara Penyuluhan dan Test Darah Wanita Pekerja Seks (WPS) di Klinik Kesehatan RT 7 Kelurahan Sumber Agung, Kecamatan Lubuklingau Utara I, Kota Lubuklinggau Sumsel, Rabu 23/02/2011 lalu.
Menurut Suratman sangat disayangkan selama ini pasien HIV/AIDS yang datang sendiri ke rumah sakit rata-rata adalah pasien yang sudah tidak tertolong lagi karena sudah tergolong AIDS stadium lanjut.  Dalam hal ini pemerintah cukup peduli dengan penyakit HIV/AIDS, semua pengobatan gratis.  “Orang yang sudah terjangkit penyakit AIDS ditandai dengan penurunan kekebalan tubuh, cirinya : Pertama, batuk tiga bulan berturut-turut tidak sembuh. Bila ada penyakit TBC dan diperiksa sebaiknya diperiksa darah juga ada tidak HIV-nya. Kedua, Diare lebih dari satu bulan terus menerus atau terputus-putus. Ketiga, Penurunan berat badan hingga 10 persen perbulan, sehingga penderita tampak hidup seperti tulang berbungkus kulit. Ketiga, Pembesaran kelenjar getah bening di kiri dan kanan. Keempat, Kena influenza ringan namun semakin lama semakin berat. Kelima, Jamur pada kulit terus menebal seolah tidak ada gunanya pengobatan yang dilakukan (tidak ada efek)”, ungkap Suratman dihadapan lebih kurang 89 WPS, RT 7 Kelurahan Sumber Agung.
“Dasar atau konsep pencegahan terhadap penyakit HIV/AIDS yang biasa kami sampaikan adalah ABCD, dengan rincian A, Absen hubungan seks ini tidak mungkin kita lakukan. B, bersikap saling setia (hanya dengan satu pasangan) ini bisa dilakukan. C, Kondom (gunakan kondom ketika hubungan seks). D, Diobati atau diperiksa ke tenaga medis. Paradigma minum antibiotik seperti Amoxilin, Binotal tidak akan membantu untuk HIV, Binotal adalah untuk bakteri Amoxilin. Minum antibiotik bertahun-tahun efeknya menurunkan daya tahan tubuh.  Kalau terkena OG atau Raja Singa boleh saja minum antibiotik namun obat ini bukan untuk HIV. Orang yang tertular HIV/AIDS mudah terkena infeksi sekunder atau infeksi opportunistik, infeksi lain mudah menyebar, walaupun diobati seolah tidak ada fungsi atau efek, Karena memang kekebalan tubuh sudah tidak berfungsi.
Penularan bukan dari makan bersama, jabatan tangan, mandi bersama bukan juga dari berciuman karena semua itu hanya cairan biasa tidak mengandung serum. HIV menular dari cairan tubuh yang mengandung serum. HIV dapat menular melalui hubungan seks, jarum suntik, makanya sekarang ada program dari menteri kesehatan satu jarum untuk satu orang, maksudnya jangan sampai jarum suntik yang sudah dipakai pasien di gunakan untuk pasien lainnya. Diketahui dari para ahli Virus HIV di alam bebas dapat bertahan hidup 1 jam hingga 3 hari namun kalau di alat medis atau jarum suntik hingga 3 bulan.
Kemudian persalinan dari ibu yang sudah ada HIV tidak ditolong tenaga ahli, maka ibu dapat menularkan pada bayinya, saat memotong pusat dilakukan PMTCT, supaya anak yang lahir tidak tertular HIV juga. Ibu yang ada HIV dapat menular kepada anak yang disusuinya. Transfusi darah, yaitu darah yang dimasukkan telah tertular HIV maka sipenerima akan tertular juga. Kemudian Luka yang terbuka dari orang yang telah tertular HIV dapat menular ke luka orang lain pula,” paparnya.
Diketahui bahwa kedatangan Tim Voluntary Conseling and Testing (VCT) Dayang Torek RS Siti ‘Aisyah tersebut dalam rangka penyampaian konseling dan tes darah terhadap para Wanita Pekerja Seks (WPS) di lokalisasi Sumber Agung. Tim yang baru dibentuk awal tahun 2011 ini turun dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau, H. Mulyanto yang diwakili oleh Sekretaris Dinkes dr Retno Suryani, didampingi oleh Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Bisman Dalimunthe dan Kasi Pengendalian Penyakit, Depit Kurniawan.
Selain itu koordinator VCT Dayang Torek, dr Eva Romayanti beserta anggotanya tampak sibuk melakukan konseling dan pengambilan sample darah untuk ditest apakah tertular HIV atau tidak. Sedangkan tenaga penjangkau dari LSM Intelijen Kontrol Pembangunan Indonesia (IKPI) yang di komandoi S Parman, mendata para WPS. Tampak hadir juga dalam acara tersebut Lurah Sumber Agung, Ketua RT 7 Sumber Agung dan Aparat Polsek Lubuklinggau Utara.
Bisman Dalimunthe yang mewakili Kepala Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau menyampaikan bahwa test darah ini merupakan yang pertama pada 2011 ini, diharapkan semua WPS dapat memeriksakan diri, tidak perlu takut, supaya dapat diketahui kondisi sebenarnya, apakah ada HIV atau tidak.  Kita semua mengharapkan pada para WPS disini tidak ada HIV.


KESEHATAN KERJA
Pekerja sehat, Produktifitas meningkat, ekonomi keluarga/negara mantap

Musi Rawas - Pembangunan nasional pada dasarnya menjalankan amanat Undang Undang dasar 1945 yang merupakan kehendak rakyat. Pembangunan kesehatan dimasa yang akan datang amat tergantung pada kualitas sumber daya manusia, salah satu unsur kualitas sumbar daya manusia tersebut adalah tingkat kesehatan, sehingga pembangunan kesehatan kerja sangat penting.
Jika masyarakat pekerja indonesia, baik formal maupun informal dapat bekerja dengan sehat dan produktif maka akan sangat besar pengaruhnya didalam peningkatan ekonomi negara yang akan berpengaruh pada penurunan angka kemiskinan, penurunan IMR dan MMR serta berdampak pada Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Kesehatan masyarakat Pekerja perlu diperhatikan, karena setiap pekerjaan mempunyai resiko baik terhadap kesehatan pekerja yang bersangkutan maupun masyarakat sekeliling, berupa panyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja.
Kesehatan Kerja  bertujuan antara lain :
1.   Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja disemua lapangan pekerjaan secara optimal, baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosial.
2.   Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerj yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerja
3.   Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan faktor faktor yang membahayakan kesehatan.
4.   Menempatkan dan memelihara pekerja dilingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja.

Dengan kata lain upaya kesehatan kerja adalah upaya penyesuaian suatu pekerjaan dengan pekerja dan penyesuaian pekerja terhadap pekerjaan.
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya maupun masyarakat sekelilingnya agar diperoleh produktifitas kerja yang optimal.

Beberapa hal penting dengan kesehatan kerja :

1.   Prinsip kesehatan kerja.
Upaya kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan pemenuhan persyaratankesehatan kerja.
Upaya kesehatan kerja pada hakikatnya merupakan penyerasian kapasitas kerja, beben kerja dan lingkungan kerja sehingga kinerja akan meningka, berupa peningkatan produktifitas, peningkatan kreatifitas atau penghematan waktu kerja.
a.   Kapasitas kerja yaitu kemampuan fisik dan mental seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dengan beban tertentu secara optimal, dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi pekerja, pendidikan serta pelatihan.
b.   Beban kerja, meliputi kerja fisik dan mentalyang dirasakan oleh pekerja dalam melaksanakan pekerjaan.
Kemampuan fisik yang lemah atau beban kerja tak sesuai dengan kemampuan pekerja dapat menyebabkan gangguan kesehatan sehingga berpengaruh pada perilaku dan hjasil kerjanya. Oleh karena itu beban kerja perlu disesuaikan dengan kemampuan fisik dan mental pekerja.
c.    Faktor lingkungan kerja.
Lingkungan kerja adalah lingkungan tempat melakukan pekerjaan, meliputi bangunan, peralatan, bahan, orang / pekerja lain dsb. Sehingga faktor kesehatan dan kenyamanan lingkungan kerja perlu mendapatkan perhatian, baik terhadap bahaya potensial, masalahergonomi, alat pelindung dieri maupun hubungan psikososial pekerja yang terlibat didalamnya.

2.   Status kesehatan pekerja yaitu kondisi kesehatan pekerja pada suatu saat tertentu.
Status kesehatan pekerja dipengaruhi oleh 4 ( empat ) faktor penentu yaitu lingkungan pekerja, perilaku kerja, pelayanan kesehatan kerja dan faktor genetik. Perilaku kerja dan lingkungan pekerja merupakan komponen utama dalam menentukan status kesehatan  pekerja.
a.    Lingkungan pekerja yaitu lingkungan ditempat kerja dan lingkungan pekerja sebagai individu atau lingkungan di luar tempat kerja, misalnya rumah, asrama dan lain lain.
Faktor ini sangat banyak dan bervariasi, tergantung pada lokasi kerja, bahan, peralatan yang digunakan dalam proses kerja, pengelolaan, tataletak tempat kerja serta proses kerja sendiri.
Faktor lingkungan kerja dapat digolongkan sebagai berikut :
·   Faktor fisik, bising, panas, debu, vibrasi dan lain lainl.
·   Faktor bahan kimia, Gas CO2, bahan pelarut, uap logam dll.
·   Faktor biologis, jamur, kuman, virus, cacing dll.
·   Faktor ergonomi yaitu ketidak serasian antara desain tempat kerja dengan pekerja seperti tempat duduk telalu tinggi, peralatan yang tidak serasi. 
·  Faktor Psikososial yaitu hubungan dengan teman, atasan dan beban mental pekerja.
b.   Perilaku kerja, dipengaruhi oleh pendidikan, pengetahuan, kebiasaan kebiasaan dan fasilitas yang tersedia,jadi erat kaitannya dengan faktor ekonomi, sosial dan budaya. Perilaku kerja dapat mempengaruhi kapasitas kerja, beban kerja serta cara melaksanakan pekerjaan.
c.    Pelayanan kesehatan kerja.
Program pelayanan kesehatan kerja meliputi : pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Pelayanan kesehatan kerja diutamakan promotif dan preventif karena para pekerja seringkali dihadapkan pada pajanan ditempat kerja yang berbahaya terhadap kesehatannya sehingga perlu penanganan khusus.
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan seringkali tidak dapat disembuhkan, menimbulkan kecacatan bahkan dapat menyebabkan kematian, sehingga prinsip utama memberikan pelayanan kesehatan untuk pekerja adalah melakukan upaya untuk mengetahui potensi bahaya dari setiap jenis pekerjaan dan melakukan upaya pencegahan gangguan kesehatan.
Sasaran pelayanan kesehatan kerja terutama adalah tenaga kerjanya dan menejemen tempat kerjanya.
d.   Faktor genetik.
Faktor genetik, kecil peranannya terhadap status kesehatan, namun dapat menyebabkan seseorang pekerja rentan terkena suatu penyakit.

3.   Pengkajian bahaya potensial di lingkungan kerja.
Gangguan kesehatan dan kecelakaan sering disebabkan oleh bahaya potensial ditempat kerja
Untuk mengantisipasi dan mengetahui bahaya yang dapat timbul, perlu ditempuh 4 ( empat ) langkah :
a.   Pengenalan bahaya potensial ditempat kerja.
      Untuk mengenal bahaya potensial ditempat kerja perlu dilakukan suvey lapangan dengan cara melihat dan mengenal (walk Throgh survey) yang merupakan langkah pertama dalam program kesehatan dan keselamatan kerja.
b.  Penilaian resiko adalah proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resikokecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Tujuan penilaian resiko adalah :
·   Mengetahui adanya potensi bahaya dari suatu peralatan, proses, lingkungan kerja, material atau kegiatan kerja yang dapat menimbulkan penyakit atau kecelakaan pada pekerja.
·   Mengetahui perbedaan tingkat suatu reaksi yang diterima pekerja untuk menyediakan dan serta membantu evaluasi penanganan resiko.
·   Mengetahui cara penentuan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
c.   Evaluasi bahaya potensial ditempat kerja.
Tingkat pemajanan dan bahaya potensial dilingkungan kerjaditentukan secara kualitatif dan kuantitatif melalui berbagai teknik pengukuran misalnay: tingkat kebisingan, penentuan kuat cahayadan lain lain dibandingkan dengan norma yang berlaku yaitu Nilai Ambang Batas ( NAB ).
d.  Pengendalian bahaya potensial.
      Mencegah resiko kesehatan dilakukan dengan beberapa cara tergantung jenis, kuantitas bahaya potensial ditempat kerja.
Pengendalian bahaya potensial dibagi menjadi :
1.   Eliminasi, menghilangkan atau memusnahkan potensi resiko.
2.   Subsitusi, mengganti bahan atau alat yang memiliki potensi resiko bahaya yang besar dengan bahan atau alat yang memiliki resiko bahaya yang lebih kecil.
3.  Pengendalian teknikdan rekayasa engineering, melakukan rekayasa teknik terhadap lokasi,  
     peralatan, sistem agar potensi resiko menjadi lebih kecil.
4.   Administrsi, melakukan menejemen proseskerja sehingga terhindar dari resiko bahaya.
5.   APD ( Alat Pelindung Diri ), memakai APD seperti topi, sepatu, sumbat telinga dan lain lain, merupakan metode pengendalian terakhir.

-->
Menyadari  kesehatan, kese-lamatan, kemampuan kerja dan kehidupan yang layak bagi setiap pekerja baik formal maupun informal merupakan kunci utama pembangunan sosio ekonomi negara, maka kesehatan kerja merupakan strategi yang penting bukan hanya untuk memastikan kesehatan masyarakat pekerja, tetapi juga akan memberikan kontribusi nilai positif bagi ekonomi nasional dengan meningkatnya produktifitas, kualitas produksi, motivasi kerja, kepuasan kerja yang pada akhirnya memberikan kontribusi kualitas kehidupan pekerja dan lingkungannya secara menyeluruh. (Sumber : Bulletin Dinkes Mura)




Tim VCT HIV/AIDS RS Shobirin Lakukan Konseling dan
Test Darah di Lapas Narkoba
Musi Rawas - HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus golongan RNA yang spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan AIDS. HIV positif adalah orang yang telah terinfeksi virus HIV dan tubuh telah membentuk antibodi (zat anti) terhadap virus tersebut. Mereka berpotensi sebagai sumber penularan bagi orang lain.
HIV penyakit yang mengancam kehidupan manusia dan terapinya seumur hidup. Belum ada obat penyembuh tetapi paling tidak memperlambat untuk meningkat menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome / Sindroma Defisiensi Imun Akut / SIDA). Orang yang menderita disebut odha belum merasakan gejala HIV karena memang masanya 5 – 8 tahun, masa ini disebut dengan masa jendela setelah itu baru akan meningkat menjadi AIDS. AIDS merupakan kelanjutan HIV, ciri umumnya dapat berupa batuk lebih dari 1 bulan, pembesaran kelenjar getah bening dan penurunan berat badan 10% perbulan. Seperti yang diungkapkan Suratman, Case Manager Voluntary Conseling and Testing (VCT) HIV/AIDS RS Shobirin Musi Rawas Sumsel, di Lapas Narkoba Lubuklinggau, Rabu 15/12/2010 lalu. 
Diketahui bahwa kedatangan Tim VCT RS Shobirin tersebut dalam rangka penyampaian konseling dan tes darah terhadap para Napi Narkoba. Tim ini sendiri terdiri dari petugas labor untuk pemeriksaan darah, Psikolog dan LSM IKPI sebagai konselor.  Dihadapan lebih dari 200 Napi tersebut, Suratman didampingi humas lapas Masarita, menyampaikan Kebanyakan orang menganggap penularan penyakit ini disebabkan melalui hubungan seks bebas atau berganti-ganti, padahal banyak faktor lain yang dapat menularkan virus ini kepada orang lain.  “Selain hubungan seks bebas penularan HIV/AIDS dapat melalui jarum suntik, baik itu jarum suntik narkoba maupun dari tenaga kesehatan.  Virus HIV dapat hidup di alam bebas dalam jangka 3 hari tetapi bila sempat nempel di jarum suntik sampai 3 bulan lamanya, maka perlu tenaga kesehatan menerapkan program 1 jarum suntik untuk 1 pasien,” katanya.
“Untuk pemeriksaan darah bukan hanya untuk masyarakat awam saja tetapi kami dan tenaga kesehatan turut juga diperiksa untuk memastikan kita apakah tertular atau tidak.  Kalau darah yang diperiksa dinyatakan positif tertular HIV maka data pasien tersebut akan dijaga kerahasiaanya, karena ini menyangkut privasi seseorang,” imbuh Suratman.
“Kemudian tranfusi darah dapat juga menularkan penyakit, apabila darah yang kita minta telah tertular virus HIV.  Ibu hamil yang telah menderita HIV/AIDS dapat mengakibatkan anak yang disusui atau kandungannya berisiko tertular juga.  Bisa tidak tertular bila persalinan ditangani oleh tenaga ahli tim PHVCT di Palembang.  Bayi dapat terselamatkan dari penularan HIV, ketika pemotongan tali pusat dengan strategi yang benar oleh tim yang sudah terlatih,”paparnya. (faisol fanani) 


SKK Musi Rawas Tingkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat
PEMBANGUNAN kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan pada : Perikemanusiaan, Pemberdayaan dan kemandirian, Adil dan merata serta Pengutamaan dan manfaat. Demikian dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Rawas Sumsel, Harun Sohar melalui Kepala Bidang Perencanaan dan Pengendalian Program, Yanuar Saleh kepada wartawan diruang kerjanya, Jum’at 15/10 lalu.
Menurut Yanuar, untuk dapat melaksanakan pembangunan kesehatan, perlu ditetapkan Sistem Kesehatan Kabupaten (SKK) Musi Rawas.  SKK Musi Rawas dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti : kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya manusia, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. “Tujuan SKK Musi Rawas itu sendiri merupakan pedoman tentang bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan, baik oleh masyarakat, swasta, maupun oleh pemerintah daerah serta pihak terkait lainnya.
Pada tingkat nasional, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mengalami beberapa kali pemutakhiran, dimulai dengan SKN 1982 kemudian diubah menjadi SKN 2004 dan terakhir adalah SKN 2009.  pemutakhiran ini pada hakekatnya merupakan perbaikan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk mengantisipasi berbagai tantangan perubahan pembangunan kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan,” papar Yanuar.
Masih dikatakannya, SKK Musi Rawas akan dapat terwujud bila unsur-unsur internal Dinas Kesehatan berfungsi dengan sebenarnya, betapapun baiknya perencanaan bila dalam pengorganisasian, koordinasi dan pengawasan kurang optimal maka hasil akhir tidak akan dapat memuaskan.  Unsur internal tersebut merupakan suatu sistem yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.  Kemudian prinsip kemitraan Dinas Kesehatan dengan SKPD terkait termasuk juga organisasi profesi dan LSM yang peduli dengan kesehatan di Kabupaten Musi Rawas. Terakhir diupayakan pemberdayaan masyarakat semacam program Desa Siaga dan lain-lain.  (Faisol Fanani)